Monday, June 3, 2013

Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional





Compiled by: ANDIKA MAULANA


A.    PENDAHULUAN

Zaman ini ditandai oleh perubahan pesat dalam banyak bidang kehidupan masyarakat. Perubahan itu membawa kemajuan maupun kegelisahan pada banyak orang. Yang paling mencolok adalah bahwa komunikasi dan informasi antar daerah dan antar bangsa berkembang begitu pesat, sehingga dunia terasa semakin kecil. Orang bahkan sudah kerap melihat keadaan ruang angkasa, yang dulu hanya dapat dibayangkan dan diimpikan.

Salah satu hal yang menggelisahkan adalah Masalah Moral. Perubahan pesat dibanyak bidang menimbulkan banyak pertanyaan sekitar moral. Banyak orang merasa tidak punya pegangan  lagi tentang norma kebaikan, terutama dibidang-bidang yang paling dilanda perubahan pesat. Norma-norma lama terasa tidak meyakinkan lagi, atau bahkan dirasa usang dan tidak dapat dijadikan pegangan sama sekali. Orang juga tidak dapat lari pada hati nurani, karena hati nurani pun merasa tak berdaya menemukan kebenaran apabila norma-norma yang biasanya dipakai sebagai landasan pertimbangan menjadi serba tidak pasti.(1)

Dampak globalisasi yang terjadi saat ini membawa masyarakat Indonesia melupakan pendidikan karakter bangsa. Padahal, pendidikan karakter merupakan suatu pondasi bangsa yang sangat penting dan perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-anak. “Dari berbagai peristiwa saat ini, mulai dari kasus pemerkosaan, pencurian, pembunuhan, korupsi dan tindakan kriminal lainnya, tentunya kita menjadi sadar  betapa pentingnya pendidikan karakter ditanamkan sejak dini”. Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa masyarakat ternyata mampu melakukan tindak kekerasan yang sebelumnya mungkin belum pernah terbayangkan. Hal itu karena globalisasi telah membawa kita pada “pemenuhan” materi sehingga terjadi ketidakseimbangan antara pembangunan ekonomi dan tradisi kebudayaan masyarakat.(2)

B.     POKOK PEMBAHASAN

1.      Realitas Pendidikan Kita dan Dampaknya
2.      Pendidikan Berkarakter Merupakan Solusi
3.      Lukmanul Hakim dan Mutiara Hikmahnya dalam Membentuk Karakter

_______________________
(1)     Dr. Al. Purwa Hardiwaroyo MSF. Moral dan Masalahnya. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. 1990. Hlm. 9.
(2)     Masnur Muslich. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Multidimensional. Jakarta : Bumi aksara. 2011. 1.



PEMBAHASAN

1.      Realitas Pendidikan Kita dan Dampaknya

Krisis akhlak disebabkan oleh tidak efektifnya pendidikan nilai dalam arti luas (di rumah, di sekolah, di luar rumah dan sekolah). Karena itu, dewasa ini banyak komentar terhadap pelaksanaan pendidikan nilai yang dianggap belum mampu menyiapkan generasi muda bangsa menjadi warga negara yang lebih baik. Memaknai hal tersebut reposisi, re-evaluasi, dan redefinisi pendidikan nilai bagi generasi muda bangsa sangat diperlukan.

Terpuruknya bangsa dan negara Indonesia dewasa ini tidak hanya disebabkan oleh krisis ekonomi melainkan juga oleh krisis akhlak. Oleh karena itu, perekonomian bangsa menjadi ambruk, korupsi, kolusi, nepotisme, dan perbuatan-perbuatan yang merugikan bangsa merajalela. Perbuatan-perbuatan yang merugikan dimaksud adalah perkelahian, perusakan, perkosaan, minum-minuman keras, dan bahkan pembunuhan. Keadaan seperti itu, terutama krisis akhlak terjadi karena kesalahan dunia pendidikan atau kurang berhasilnya dunia pendidikan dalam menyiapkan generasi muda.

Dunia pendidikan telah melupakan tujuan utama pendidikan yaitu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara simultan dan seimbang. Dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat besar untuk pengetahuan, tetapi melupakan pengembangan sikap/ nilai dan prilaku dalam pembelajarannya. Dunia pendidikan sangat meremehkan mata pelajaran yang berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa.

Disisi lain, tidak dimungkiri bahwa pelajaran-pelajaran yang mengembangkan karakter bangsa seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Pendidikan Agama, Ilmu Pengetahuan Sosial dalam pelaksanaan pembelajarannya lebih banyak menekankan pada aspek kognitif daripada aspek afektif dan psikomotor. Di samping itu, penilaian dalam mata-mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan nilai belum secara total mengukur sosok utuh pribadi siswa.
Memperhatikan hal-hal tersebut, terjadi gugatan dan hujatan terhadap dunia pendidikan, kepada guru, dan terhadap proses pembelajaran. Di samping itu, terjadi pembicaraan dan diskusi tentang perlunya pemberian pembelajaran budi pekerti secara terpisah dari mata-mata pelajaran yang sudah ada atau secara terintegrasi ke dalam mata-mata pelajaran yang sudah ada (PPKn, Pendidikan Agama, dan sejenisnya) kepada para siswa sekolah dasar pada khususnya. Oleh karena itu, reposisi, re-evaluasi dan redefinisi terhadap “rumpun” pendidikan nilai khususnya, dipandang perlu agar tujuan kurikuler, tujuan nasional pendidikan yang bermaksud menyiapkan generasi bangsa yang berwatak luhur dapat tercapai.(3)

_______________________
(3)     Ibid. Hlm. 17-18.


2.      Pendidikan Berkarakter Merupakan Solusi

Barangkali tidak banyak yang menyadari bahwa sistem pendidikan di Indonesia sebetulnya hanya menyiapkan para siswa untuk ke jenjeng perguruan tinggi atau hanya untuk mereka yang memang mempunyai bakat pada potensi akademik (ukuran IQ tinggi) saja. Hal ini terlihat dari bobot mata pelajaran yang diarahkan kepada pengembangan dimensi akademik siswa yang sering hanya diukur dengan kemampuan logika-matematika dan abstraksi (kemampuan bahasa, menghapal, abstraksi atau ukuran IQ). Padahal, banyak potensi lainnya yang perlu dikembangkan. Berdasarkan teori Howard Gardner tentang kecerdasan majemuk, potensi akademik hanyalah sebagian saja dari potensi-potensi lainnya.

Pada sisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa dimanapun manusia di muka bumi ini, yang memiliki IQ di atas angka 120 tidak lebih dari 10 persen jumlah penduduk. Sebaliknya, sebagian besar mereka memiliki dimensi-dimensi lainnya, misalnya pekerjaan teknisi, musisi, manual (motorik), artis, atau hal-hal lain yang sifatnya “lebih konkret”. Tantangannya adalah apakah penduduk mayoritas ini sudah dipersiapkan untuk dapat bekerja secara profesional sehingga dapat menghasilkan kehidupan yang berkualitas? Padahal, kualitas kehidupan (termasuk kualitas produksi barang dan jasa) sangat tergantung pada kualitas segmen penduduk yang mayoritas ini.

Menurut Thurow, dalam hal kualitas produksi, negara AS kalah deengan jepang karena strategi pendidikan di jepang lebih mementingkan bagaimana menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas dan profesional, yang merupakan bagian terbesar dari penduduk. AS yang mementingkan 10 peresen siswa terpandai. Sebaliknya, strategi pendidikan jepang justru menyiapkan 50 persen siswa terbawah (dalam skala IQ) untuk menjadi tenaga kerja yang handal. Mereka yang sangat tinggi kemampuan akademisnya (yang populasinya tidak lebih dari 15 persen), akan masuk ke jenjang perguruan tinggi setelah menempuh ujian saringan perguruan tinggi yang sangat sulit. Dengan strategi seperti ini, sistem pendidikan di Jepang terutama pendidikan dasar dianggap relatif tidak sulit dan menyenangkan bagi anak-anak.

Bagaimana di Indonesia? Sistem pendidikan di Indonesia justru menyiapkan seluruh siswa untuk dapat menjadi ilmuwan dan pemikir (pilsuf). Seluruh mata pelajaran dirancang sedemikian rupa sulitnya sehingga hanya dapat diikuti oleh 10 sampai 15 persen siswa terpandai saja atau mereka yang mempunyai IQ diatas 115. Memang, beberapa siswa Indonesia bisa berprestasi mendapatkan hadiah olimpiade, namun dapat dipastikan bahwa mereka adalah bagian dari top 0.1 persen tingkat IQ tertinggi saja. Hal ini tentu bukanlah cerminan dari kondisi seluruh siswa Indonesia. Sudah puluhan tahun energi bangsa kita terbuang sia-sia untuk menciptakan manusia Indonesia yang menguasai IPTEK dengan segala beban kurikulum yang luar biasa beratnya. Padahal, jika potensi siswa yang ber-IQ 90 atau 100 diberikan pelajaran tambahan berapa pun tidak akan bisa meningkatkan IQ-nya menjadi 120. Seandainya energi kita lebih difokuskan pada bidang keterampilan untuk menyiapkan 85 persen penduduk agar mereka siap dan terampil bekerja secara profesional, mencintai pekerjaannya dan berkomitmen pada kualitas produksi yang tinggi, mungkin kondisi Indonesia tidak akan separah sekarang.

Apa yang telah dilakukan pemerintah (pemegang dan pembuat kebijakan) selama ini, ternyata “membuahkan hasil”. Kualitas SDM (Human Development Index) Indonesia “terjun bebas” berada dibawah Vietnam, atau nomor 4 dari bawah (102 dari 106 negara). Hasil survei PERC di 12 negara juga menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan terbawah, satu peringkat dibawah Vietnam. Hal senada, hasil survei matematika di 38 negara Asia, Australia, dan Afrika oleh TIMSS-R menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat 34. Mengapa kualitas SDM kita sedemikian buruknya? Salah satu “biang” atau sebab utamanya adalah pemerintah kita sejak merdeka hingga kini tidak mempunyai visi dan strategi yang jitu dalam membawa bangsa ini melesat jauh ke depan.(4)

3.      Lukmanul Hakim dan Mutiara Hikmahnya Dalam Membentuk Karakter

Ungkapan-ungkapan Lukman patut dijadikan teladan oleh siapapun pada zaman ini. Sistematika nasihatnya yang dikemas dengan indah, tersusun dengan teratur dan di dukung oleh contoh dan budi pekerti yang amat mulia sehingga terhujam kedalam hati. Ia mulai menaburkan nasihatnya dengan tauhid mengesakan Allah, mengajak untuk mendekatkan diri kepada Allah (beribadah) dan menanamkan budi pekerti yang mulia (akhlak al-karimah). Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT. :

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman (31) : 13)

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An-Nisa’ (04) : 48)

Syirik merupakan aniaya yang besar, karena mengandung perbuatan menyamakan dalam masalah ibadah antara yang berhak disembah dengan orang yang tidak mempunyai hak untuk disembah, antara Dzat pemberi nikmat dengan orang yang diberi nikmat, antara Dzat yang Maha Kuat dengan orang yang lemah tak berdaya, antara Dzat yang Maha Pencipta dengan orang yang diciptakan.

Diriwayatkan, Putra Luqman bertanya kepada ayahnya tentang biji-bijian yang jatuh di dasar lautan, apakah Allah akan mengetahuinya? Luqman menjawab, sebagaimana dalam firman Allah : 

________________________
(4)     Ibid. Hlm. 21-22.


“(Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui”. (QS. Luqman (31) : 16)

(Yang dimaksud dengan Allah Maha Halus ialah ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu bagaimana kecilnya)

Kemudian Luqman meneruskan wasiat kepada putra-putranya untuk senantiasa memelihara dan memupuk rasa keimanan kepada Allah dengan senantiasa mengadakan komunikasi dengan Allah melalui ibadah sholat, mengerjakan yang baik dan mencegah yang mungkar dan bersabar atas segala sesuatu yang menimpanya. Sebagaimana dalam firman Allah SWT :

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman (31) : 17)

Lebih lanjut Luqman mengingatkan putra-putranya untuk menjaga, memelihara dan menampilkan akhlak yang mulia. Saling mengasihi diantara mereka, tidak sombong dan angkuh, apalagi sampai membuang muka. Hal ini digambarkan oleh firman-Nya :

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (QS. Luqman (31) : 18)
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. (QS. Luqman (31) : 19)
(Maksudnya: ketika kamu berjalan, janganlah terlampau cepat dan jangan pula terlalu lambat)

Yang mendapat perhatian utama Luqman adalah hati sebagaimana nasihatnya yang diriwayatkan oleh khalid :

“khalid ar-Ruba’i berkata : Luqman itu seorang hamba sahaya dari negeri Habsyi, lalu tuannya menyerahkan seekor kambing kepadanya dan berkata : “sembelihlah kambing ini dan berikanlah untukku dua potong daging yang paling baik!” lalu Luqman memberikan kepada tuannya itu daging lidah dan daging hati. Kemudian tuannya menyerahkan lagi seekor kambing lain dan berkata : “sembelihlah kambing ini dan berikanlah untukku dua potong daging yang paling buruk!” lalu Luqman memberikan kepada tuannya daging lidah dan daging hati. Lalu tuannya bertanya kepadanya tentang rahasia lidah dan hati itu, seraya dijawabnya, “Tidak ada sesuatu yang paling baik daripada kedua-duanya, apabila kedua-duanya itu baik dan tidak ada yang lebih buruk dari kedua-duanya, apabila kedua-duanya itu buruk.”

“Wahai anakku, apabila rumahmu terjaga dan gudangmu aman, maka berbahagialah engkau di dalam kehidupan dunia maupun kehidupan akhiratmu nanti.” (yang dimaksud dengan rumah dan gudang itu adalah hati dan lisan)

Luqman berkata kepada putranya, “Pilihlah delapan macam perkataan para Nabi as;
1.      Apabila engkau sedang melakukan shalat, maka peliharalah hatimu;
2.      Apabila engkau sedang berada dalam rumah orang lain, maka peliharalah matamu;
3.      Apabila engkau berada ditengah-tengah manusia, maka jagalah mulutmu;
4.      Apabila engkau sedang berada dalam hidangan, maka peliharalah orang disekelilingmu;
5.      Ingatlah dua hal dan lupakanlah dua hal pula. Adapun dua hal yang harus diingat ialah Allah SWT dan mati, sedangkan dua hal yang harus dilupakan ialah kebaikanmu terhadap orang lain dan kejelekan orang lain terhadap kamu.

Disamping itu pula ternyata Luqman al-Hakim sangat piawai dalam menanamkan rasa percaya diri dan sikap istiqomah kepada putra-putranya dalam beramal sholeh, ditengah-tengah terjangan badai yang sangat besar. Hal ini patut ditiru oleh orang tua, guru pada saat ini ditengah derasnya arus informasi yang susah dibendung, pergeseran budaya yang telah merusak tatanan kehidupan, dan merebaknya peredaran obat-obat terlarang. Maka nasihat Luqman yang membawa putranya terjun langsung dan merasakan bagaimana sikap orang lain, teman dan lingkungannya terhadap prilaku yang dilakukan ia dan Bapaknya.

Wahai anakku, “Kerjakanlah pekerjaan yang membuat kamu shaleh dalam urusan agama dan duniamu dan teruskanlah bekerja demi kepentingan itu hingga selesai. Janganlah engkau hiraukan orang lain, janganlah engkau dengarkan tanggapan-tanggapan mereka dan maafkanlah mereka, sebab memang tidak ada jalan untuk memuaskan mereka semua dan tidak ada cara untuk menjinakkan mereka semua.”

Wahai anakku ambillah seekor keledai dan lihatlah bagaimana tanggapan mereka, niscaya mereka tidak senang terhadap seseorang selama-lamanya. Lalu putranya itu membawa keledai keharibaan Luqman. Luqman menaiki keledai itu dan memerintahkan putranya untuk menuntun keledai. Kemudian keduanya lewat didepan sekelompok banyak orang, tiba-tiba mereka mengecam Luqman, seraya berkata, “Anak kecil itu berjalan kaki, sedangkan orang yang besar itu naik diatas keledai, alangkah kejam dan kasarnya dia!” Luqman bertanya kepada putranya, “bagaimana tanggapan orang, wahai anakku? Lalu putranya memberitahukan kepada Luqman tentang tanggapan orang tersebut.

Kemudian Luqman turun dan menuntun keledai itu, sedangkan putranya menaikinya, lalu lewat dikeramaian tempat lain, tiba-tiba mereka itu mencemoohkan putranya, seraya berkata, “anak muda itu menaiki keledai, sedangkan orang tuanya berjalan kaki, alangkah jeleknya anak muda ini dan betapa kurang ajarnya ia!” Luqman bertanya kepada putranya,”bagaimana tanggapan orang wahai anakku?” Lalu putranya memberi tahukan kepada Luqman tentang tanggapan orang tersebut, kemudian kedua-duanya sama-sama naik diatas seekor keledai itu, berboncengan, lalu lewat ditempat lain lagi. Tiba-tiba orang ditempat itu mencerca kedua-duanya, seraya berkata, “betapa kejamnya kedua orang itu, mereka berdua berboncengan menaiki seekor keladai itu, padahal mereka tidak sakit dan tidak pula lemah!” Luqman bertanya lagi kepada putranya, bagaimana tanggapan orang? Lalu putranya memberitahukan kepada Luqman tentang tanggapan orang tersebut.

Akhirnya Luqman dan putranya turun dari atas keledai, mereka berdua berjalan kaki sambil menuntun keledai itu, dan lewat ditempat lainnya. Tiba-tiba mereka mengecam juga, seraya berkata, “Subhanallah...., seeokor himar itu berjalan, padahal ia sehat dan kuat dan dua orang yang menuntunnya juga berjalan kaki, alangkah baiknya apabila salah seorang naik diatasnya. Luqman bertanya kepada putranya, “bagaimana tanggapan orang itu? Lalu putranya memberi tahu tentang tanggapan itu. Lalu Luqman mengulangi nasihatnya, “Wahai anakku, bukankah aku telah berkata kepadamu, kerjakanlah pekerjaan yang membuat engkau menjadi shaleh dan janganlah menghiraukan orang lain. Dengan peristiwa ini saya hanya menghendaki memberi pelajaran kepadamu.”

Dan Luqman selalu mengingatkan kepada putra-putranya bahwa iman, taqwa dan tawakkal adalah sebuah kesatuan yang akan menyelamatkan manusia dalam meraih ridha Allah baik di dunia maupun di akhirat.

Wahai anakku, “ Dunia ini merupakan sebuah lautan yang dalam, telah banyak orang-orang yang hanyut kedalamnya, maka jadikanlah iman sebagai kapalmu di dunia ini, taqwa sebagai isinya, dan tawakkal sebagai layarnya. Mudah-mudahan dengan demikian engkau bisa selamat dan saya khawatir engkau tidak bisa selamat.”(5)

_________________________
(5)     Abdul Majid, S.Ag. , M.Pd. , Dian Andayani, S.Pd., M.Pd.. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2012. Hlm. 210-214.



KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan :
1.      Krisis akhlak disebabkan oleh tidak efektifnya pendidikan nilai dalam arti luas (di rumah, di sekolah, di luar rumah dan sekolah). Karena itu, dewasa ini banyak komentar terhadap pelaksanaan pendidikan nilai yang dianggap belum mampu menyiapkan generasi muda bangsa menjadi warga negara yang lebih baik. Memaknai hal tersebut reposisi, re-evaluasi, dan redefinisi pendidikan nilai bagi generasi muda bangsa sangat diperlukan.
2.      Pada dasawarsa terakhir ini, krisis kepercayaan diri bangsa Indonesia sudah cukup memprihatinkan. Berbagai tindakan negatif banyak terjadi di berbagai daerah, mulai dari prilaku seks bebas, tawuran pelajar dan mahasiswa, hingga maraknya kasus bunuh diri. Dunia pendidikan telah memberikan porsi yang sangat besar untuk pengetahuan, tetapi melupakan tujuan utama pendidikan, yaitu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara simultan dan seimbang. Terpuruknya bangsa Indonesia dewasa ini tidak hanya disebabkan oleh krisis ekonomi, melainkan juga oleh krisis akhlak yang berakar dari kurangnya penanaman pendidikan karakter.  
3.      Ungkapan-ungkapan Lukman patut dijadikan teladan oleh siapapun pada zaman ini. Sistematika nasihatnya yang dikemas dengan indah, tersusun dengan teratur dan di dukung oleh contoh dan budi pekerti yang amat mulia sehingga terhujam kedalam hati. Ia mulai menaburkan nasihatnya dengan tauhid mengesakan Allah, mengajak untuk mendekatkan diri kepada Allah (beribadah) dan menanamkan budi pekerti yang mulia (akhlak al-karimah).



DAFTAR PUSTAKA

1.      Hadiwardoyo MSF, Purwa. 1990. Moral dan Masalahnya. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
2.      Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Multidimensional. Jakarta : Bumi.
3.      Majid, Abdul, S.Ag., M.Pd., Andayani, Dian, S.Pd., M.Pd.. 2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.